Rabu, 05 Oktober 2011

Askep TBC

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang
Masalah kesehatan paru merupakan masalah kesehatan penting di dunia. Dewasa ini sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi TB. Ada sekitar delapan juga penderita baru TB di seluruh dunia perdarahan tahun dan hampir tiga juta meninggal akibat TB setiap tahun. Artinya, setiap detik akan ada satu orang yang terinfeksi TB dan setiap 10 detik akan ada satu orang yang meninggal karena penyakit ini. Hal ini disampaikan oleh dokter Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, dalam www/yahoo.com.
Masih menurut Tjandra, penyakit paru merupakan salah satu masalah kesehatan bagi bangsa Indonesia saat ini. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT)) yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, sekitar 30-40 persen penyakit dan penyebab kematian di Indonesia adalah penyakit paru dengan berbagai bentuknya. Buku SEAMIC Health Statistik 2002 menunjukkan bahwa setidaknya tiga penyakit paru merupakan bagian dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia termasuk TBC, dan Indonesia adalah penyumbang kasus TB terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina.
Daya tahan tubuh menurun adalah salah satu faktor resiko yang mungkin memudahkan seseorang terserang mycobacterium tuberculosis, tetapi faktor lain yang juga dapat mendukung peningkatan terjadinya penyakit ini adalah gaya hidup, adanya polusi yang tinggi akibat bertambahnya industri-industri, serta mobilitas yang tinggi seperti di kota Jakarta ini, yang kesemuanya dapat menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga memudahkan untuk terserang penyakit termasuk penyakit TBC (masih menurut Tjandra Yoga Aditama dalam www/yahoo.com.
Seperti yang dikatakan dalam buku Pedoman Nasional Penanggulangan TBC bahwa TBC adalah merupakan suatu penyakit menular yang membutuhkan terapi jangka panjang berkisar antara 6-12 bulan. Keadaan ini tentu saja membutuhkan kesabaran, ketekunan dan kerja sama yang baik dan berkesinambungan antara pasien, keluarga dan tim pelayanan kesehatan serta masyarakat mengingat banyak kejadian dimana pasien menghentikan sendiri pengobatan karena kondisi sudah membaik padahal secara klinis belum sembuh dari penyakit.
Melihat kenyataan di atas, perlunya penanganan serius bagi penderita TBC yang melibatkan berbagai tenaga kesehatan. Asuhan keperawatan komprehensif sangatlah penting dalam upaya pencegahan. Komplikasi lebih lanjut seperti: TBC perikarditis, peritonitis yang dapat menimbulkan kematian akibat penyakit ini. oleh karena itu besarlah peran perawat dalam mengatasi masalah ini yakni melalui:
1. Promotif yaitu meningkatkan dan memberi support pada masyarakat agar meningkatkan kondisi dan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup, olah raga yang cukup.
2. Preventif, adalah usaha pencegahan yang dapat dilakukan melalui penyuluhan demi meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang perawatan dan cara pencegahan penularan dan penemuan kasus dini.
3. Kuratif, dalam hal ini perawat melakukan asuhan keperawatan pada penderita untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, serta proses kolaborasi dengan tim medik lain dalam pengobatan sampai pada penyembuhan.
4. Rehabilitasi: sangat membutuhkan peran perawat dalam memberi penyuluhan perawatan diri serta mematuhi jadwal pengobatan.
Dengan dilatarbelakangi oleh hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mempelajari lebih dalam lagi tentang penyakit TBC ini.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Memperdalam anatomi dan fisiologi penyakit TBC yang merupakan dasar dalam melakukan asuhan keperawatan secara langsung kepada penderita TBC.
2. Mengenal tanda dan gejala serta cara pencegahan dan pengobatan penyakit TBC, sehingga dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat dan holistik.
3. Meningkatkan kemampuan perawat dalam menciptakan hubungan yang terapeutik pada keluarga dan pasien TBC.
4. Memenuhi ujian akhir DKA 400.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini:
1. Studi kepustakaan, dengan mengambil beberapa literatur yang berhubungan dengan penyakit TBC.
2. Pengamatan kasus secara langsung di unit interna ruang Fransiskus untuk membandingkan dengan studi kepustakaan, yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini diawali dengan Bab I pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan. Bab II Tinjauan teoritis yang mencakup konsep dasar, yang terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik, terapi dan pengelolaan medik, komplikasi, konsep asuhan keperawatan dan perencanaan keperawatan, serta perencanaan pulang dan patoflowdiagram. Bab III Pengamatan kasus yang memuat pengkajian keperawatan, daftar obat, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi. Bab IV memuat tentang pembahasan kasus dan Bab V kesimpulan serta diakhiri dengan daftar pustaka.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep Dasar Medik
1. Definisi
• Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2001, hal 584).
• Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis (Lewis, 2000, hal 623).

Klasifikasi TBC
TBC diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pembagian secara patologis
1) TBC primer (Childhood tuberkulosis)
2) TBC post primer (adult tuberkulosis)
b. Pembagian secara aktivasi radiologis:
TBC paru aktif dan non aktif.
c. Pembagian berdasarkan kelainan klinis, radiologis, mikrobiologis:
1) Tuberkulosis paru
2) Bekas tuberkulosis paru
3) Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam:
- Tuberkulosis paru tersangka yang diobati: pada keadaan ini BTA negatif tetapi tanda-tanda lain positif.
- Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati: pada keadaan ini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Pada tahun 1974 American Thoracic society memberi klasifikasi baru sebagai berikut:
a. Kategori 0 : Tidak pernah terpapar dan tidak terinfeksi. Riwayat kontak negatif, test tuberkulin negatif.
b. Kategori I: Terpapar tuberkulosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, test tuberkulin negatif.
c. Kategori II: Terinfeksi tuberkulosis tetapi tidak sakit. Test tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif.
d. Kategori III: Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia.
a. Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disanggah oleh tulang hidung dan kartilago. Nares anterior (lubang hidung) merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut oleh bulu-bulu hidung disaring oleh selaput mukosa lendir, dihangatkan dan dilembabkan. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung.
b. Faring/Tenggorokan
Faring/tenggorokan adalah suatu struktur tuba, yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan terdapat di bawah dasar tenggorokan di belakang rongga hidung. Faring berhubungan ke atas dengan rongga hidung ke depan dengan rongga mulut. Faring terdiri dari nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring terletak di posterior hidung dan di atas palatum mole. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglotis. Adenoid atau tonsil yang terletak dalam langit-langit nasofaring. Fungsi faring untuk menyediakan saluran traktus respiratorius terhadap serangan organisme yang memasuki tenggorokan.


c. Laring/organ suara
Adalah suatu struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah memungkinkan terjadinya vokalisasi, melindungi jalan nafas bagian bawah dari obstruksi benda asing, dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan cm panjangnya. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda, yang panjangnya kurang lebih 5 inchi, serta dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, dengan gerakan silia maka debu yang masuk ke saluran pernafasan dapat dikeluarkan. Trakea berjalan dari ini laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke-5 dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan disebut karina.
e. Bronkus dan bronkiolus
Bronkus terbentuk dari belahan dua trakea. Bronkus kanan lebih pendek dari bronkus kiri dan lebih lebar dari pada yang kiri. Pada bronkiolus (bronkus yang bercabang lebih kecil) tidak terdapat cincin dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru atau alveoli. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi bronkus lobarus dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, yang menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Setelah bronkus alveoli terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari: (1) Bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kandung udara, kecil atau alveoli pada dindingnya (2) Duktus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus (3) Sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.


f. Alveoli
Paru-paru ada 2 dan merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga (pleura parietal) dan permukaan yang menyentuh paru-paru (pleura viseral) antara kedua pleura terdapat ruangan yang mengandung cairan berfungsi melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga thoraks menjadi dua bagian. Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah, dan paru kiri menjadi 2 lobus atas dan 6 bawah.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juga alveoli dan berfungsi sebagai empat pertukaran O2 dan CO2. Alveli terdapat 3 jenis sel-sel alveolar tipe 1 adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Tipe 2 sel-sel yang aktif secara metabolik mensekresi surfaktan suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps.
Tipe 3 makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing (lendir, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkialis yang berasal dari aorta thorakalis berjalan sepanjang dinding posterior bronkiolus dan arteri pulmonalis dari ventrikel kanan ke paru-paru.
Tiga proses yang berhubungan dengan pernafasan:
1) Ventilasi: adalah udara bergerak masuk dan keluar paru-paru. Karena ada selisih antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot.
2) Difusi: adalah proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada tempat pertemuan udara dan darah. Membran alveolar kapiler merupakan tempat yang ideal untuk difusi karena membran ini mempunyai permukaan yang luas dan tipis.
3) Perfusi: pengisian kapiler pulmonar dengan darah, perfusi pulmonal adalah aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal. Darah dipompakan ke paru-paru oleh ventrikel kanan melalui arteri pulmonal. Arteri pulmonal terbagi menjadi cabang kanan dan kiri untuk mensuplai kedua paru normalnya sekitar 2%.
Mekanisme ventilasi perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Mekanisme ventilasi disebut dengan istilah volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi volume tidal (500 ml), volume cadangan inspirasi (3000 ml), volume cadangan ekspirasi (1100 ml) dan volume residual, (1200 ml) dan ruang ruas pernafasan dimana tidak terjadi pertukaran as 150 ml.



3. Etiologi
TBC paru disebabkan oleh kuman tahan asam yaitu: mycobacterium tuberculosis. Adapun faktor resiko yang mungkin terjadi antara lain:
a. Adanya kontak langsung dengan seseorang yang menderita tuberkulosis aktif.
b. Terganggunya kekebalan tubuh, misalnya seseorang dengan HIV, kanker, dan seseorang yang dalam pengobatan kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka panjang.
c. Ketergantungan obat atau alkoholik.

4. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (Lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dan sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa, bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah sembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut. Pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Sifat kuman:
- Kuman lebih tahan terhadap asam dan terhadap gangguan fisik kimia karena sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak.
- Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin dalam lemari es dan dapat hidup bertahun-tahun, kuman juga bersifat aerob; yaitu menyenangi jaringan yang tinggi kandung O2-nya.

5. Tanda dan Gejala
a. Demam ringan, berkeringat waktu malam.
b. Sakit kepala
c. Takikardi
d. Anoreksia
e. Penurunan berat badan
f. Malaise
g. Keletihan
h. Nyeri otot
i. Batuk: pada awal non produktif
j. Sputum bercampur darah
k. Sputum mukopurulen
l. Krekels/rales di atas apeks paru
m. Nyeri dada

6. Tes Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik
1) Yang paling dicurigai adalah pada apeks paru.
2) Bila ada infiltrat yang luas akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkhial didapatkan ronchi basar kasar dan nyaring/rales.
3) Pada tuberkulosa lanjut dan fibrosis luas ditemukan atrofi dan retraksi otot interkosta.
4) Apabila tuberkulosa mengenai pleura akan terjadi efusion paru, paru-paru yang sakit akan terasa sulit untuk bernafas, dengan perkusi akan menimbulkan suara pekak dan dengan auskultasi nafas melemah sampai tidak terdengar.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Laju endap darah meningkat
2) Leukosit meningkat
3) Sputum sediaan langsung positif terhadap mycobacterium tuberkulosa.
4) Biakan positif terhadap mikobakterium tuberkulosa.
5) BTA dapat positif
c. Pemeriksaan rontgen: foto thorax membantu dalam membentuk diagnosa:
1) Lesi tuberkulosis dapat ditemukan pada apeks paru, bisa juga terdapat pada lobus bawah/hilus.
2) Pada pneumonia gambarnya jelas berupa bercak-bercak awan dengan batas tegas.
3) Pada atelektasis terlihat seperti gambaran fibrosis dan penciutan paru.
4) Pada TBC milier akan terlihat bercak-bercak halus di seluruh lapang paru dan ada pleuritis.
5) PPD test: pada pemeriksaan tuberkulosis PPD test (purified protein derivate) positif bila diameter mencapai 10 mm atau lebih sesudah 48-72 jam.

7. Pengobatan
a. Obat utama: INH, ethambutol, rimfampicin, streptomycin
b. Obat sekunder: PAS, pirazinamid, ethambutol
c. Analgetik
d. Diet TKTP
e. Isolasi pencegahan penularan
f. Tindak lanjut, penyuluhan terhadap keluarga dan orang yang sering kontak dengan pasien

8. Komplikasi
a. Atelektasis/penyempitan bronkus
b. Hemaptoe
c. TBC milier
d. Pneumothorax
e. TBC perikarditis, peritonitis, meningitis, limfadenitis
f. Kambuh kembali

B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Data Fokus
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat batuk produktif lebih dari 2 minggu.
2) Adanya hemaptoe.
3) Kaji tempat kaji tempat tinggal, ventilasi, cahaya matahari, sumber polusi sekitar rumah, kontak dengan penderita aktif dan perokok.
4) Kedisiplinan dalam pengobatan dan kurang pengetahuan.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Tidak nafsu makan
2) Mual, muntah
3) Meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari
4) Banyak keringat di malam hari tanpa aktivitas
5) BB turun
6) Kaji pola makan dan asupan makanan
c. Pola aktivitas latihan
1) Malaise
2) Batuk produktif > dari 2 mg
3) Hemaptoe
4) Batuk dan sesak nafas
d. Pola tidur dan istirahat
1) Tidur terganggu akibat batuk dan sesak nafas; serta berkeringat di malam hari.
e. Pola persepsi sensori
1) Nyeri dada
2) Kurang pengetahuan tentang penyakit
f. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
1) Pasien gelisah, takut karena dirawat
2) Pasien cemas dan malu dengan penyakitnya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan adanya eksudat dalam alveoli dan penurunan fungsi permukaan paru.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan sputum dan penurunan usaha untuk batuk.
c. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peradangan dan kelelahan.
d. Perubahan temperatur tubuh: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan panas dan kekurangan intake cairan akibat kelelahan.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan, kelelahan dan dispnea.
g. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada orang lain berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh orang lain yang ada di sekitar penderita.
h. Manajemen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit.
i. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan keletihan, perubahan status nutrisi dan demam.

3. Perencanaan Keperawatan
DP.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya eksudat dalam alveoli dan penurunan fungsi permukaan paru.
HYD: Tidak ada sesak nafas, pertukaran gas adekuat, AGD dalam batas normal.
Intervensi:
1. Observasi frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan tiap 4 jam.
R/ Sebagai acuan untuk tindakan selanjutnya.
2. Beri posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
R/ Meningkatkan ekspansi paru.
3. Observasi tanda sianosis pada kulit, membran mukosa dan kuku.
R/ Mengevaluasi keadekuatan oksigen.
4. Beri kesempatan istirahat yang cukup.
R/ Mengurangi kebutuhan energi.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen.
R/ Pemenuhan kebutuhan oksigenisasi yang adekuat.
6. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian AGD dan foto thoraks.
R/ Untuk mengevaluasi keberhasilan adekuatan.

DP.2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan sputum dan penurunan usaha untuk batuk.
HYD: Meningkatkan kebersihan jalan nafas yaitu dengan berkurangnya sekresi dan perbaikan usaha klien untuk batuk.
Intervensi:
1. Anjurkan klien minum 8 gelas air/2 liter air perhari (selain susu) untuk pengenceran sekresi sedangkan susu dapat meningkatkan sekresi.
R/ Yakinkan klien bahwa air melembabkan pernafasan.
2. Yakinkan klien bahwa air melembabkan pernafasan.
R/ Kelembaban membantu sekresi serta memungkinkan jalan nafas lebih besar.
3. Anjurkan klien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
R/ Teknik batuk yang tepat menjadi cara untuk mengeluarkan sputum.
4. Anjurkan klien untuk istirahat antara interval batuk dan untuk merubah posisi setiap 12 jam bila memungkinkan.
R/ Istirahat dan berganti posisi membantu untuk mengurangi kelelahan menyeluruh dan pengeluaran sputum, memasukkan O2 untuk regenerasi dalam sel.
5. Jelaskan pada klien maksud penggunaan ekspektoransia jika ditemukan.
R/ Ekspektoransia menolong untuk melonggarkan jalan nafas dan pengeluaran sekret.
6. Observasi karakteristik sputum yang keluar, perubahan warna, bau konsistensi/jumlah. Laporkan segera kalau ada perubahan.
R/ Sputum normal adalah encer dan berwarna putih bening bila bercampur darah, purulen dapat menunjukkan komplikasi.

DP.3 Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peradangan dan kelelahan.
HYD: Meningkatkan oksigenisasi yang adekuat dengan memperbaiki/ memperkecil kecemasan klien dan memperbesar hati klien untuk istirahat adekuat.
Intervensi:
1. Observasi adanya tanda distres pernafasan seperti: jumlah pernafasan, retraksi sternal dan intercosta, nafas faring, segera lapor dokter bila ada tanda tersebut.
R/ Tanda dan gejala ini dapat menjadi tanda yang serius dan komplikasi tuberkulosis, perikarditis dan peritonitis.
2. Kaji nyeri dan kecemasan klien.
R/ Peningkatan nyeri dan cemas dapat membuat klien merasa sesak: mengurangi ekspansi paru dan dapat menyebabkan atelektasis, hipoksia.
3. Ajarkan klien menelan dada dengan bantal/turgor sewaktu batuk untuk mengurangi nyeri.
R/ Dengan menekan dada dapat mengurangi nyeri.
4. Jelaskan klien maksud dan tujuan dari analgetik.
R/ Analgetik membantu mengurangi nyeri dan membantu klien untuk dapat ekspansi paru yang penuh saat bernafas.
5. Jelaskan klien maksud dan tujuan obat penekan batuk.
R/ Penekanan pada batuk mengurangi frekuensi batuk sehingga klien dapat istirahat nyaman.

DP.4 Perubahan temperatur tubuh: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
HYD: Mencegah, mengontrol panas.
Intervensi:
1. Ajarkan klien untuk menggunakan termometer dan membaca hasil dengan tepat.
R/ Penggunaan termometer penting untuk memonitor panas tubuh.
2. Anjurkan klien untuk banyak minum dan jelas klien dan keluarga bila ada tanda dehidrasi, mulut kering, kehausan yang hebat.
R/ Peningkatan suhu, penurunan urin output dan gelisah, kebutuhan cairan bertambah besar pada saat panas dan metabolisme tubuh meningkat.
3. Jelaskan pada klien maksud dan tujuan pemberian antipiretik.
R/ Antipiretik bekerja pada pusat hipotalamus untuk regulasi pengaturan suhu tubuh.
4. Jelaskan maksud dan tujuan pemberian antituberkulosa.
R/ Anti TBC mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
5. Anjurkan klien mencari bantuan medik bila panas untuk mendapatkan antipiretik dan antibiotik.
R/ Pengobatan ini dapat menggunakan mikroorganisme penyebab.

DP.5 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan panas dan kelelahan.
HYD: Membuat klien mencapai pemenuhan jumlah cairan yang normal.
Intervensi:
1. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengenal tanda dehidrasi.
R/ Indikasi defisit volume cairan.
2. Anjurkan klien banyak minum jika tidak ada kontraindikasi.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengembalikan status hidrasi.
3. Sediakan air minum yang dibutuhkan.
R/ Kebutuhan yang diperlukan apa bila tersedia memudahkan untuk terpenuhi.
4. Ukur pemasukan dan pengeluaran dalam 24 jam.
R/ Kebutuhan terpenuhi atau tidak dapat dilihat dari pemantauan yang tepat.
5. Laporkan pada dokter bila ada tanda-tanda dehidrasi untuk kolaborasi pemberian cairan intravena.
R/ Memungkinkan memenuhi kebutuhan cairan yang kurang atau hilang.

DP.6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan, kelelahan dan dispnea.
HYD: Mempertahankan intake nutrisi adekuat.
Intervensi:
1. Monitor BB klien saat diit, kekurangan BB yang drastis.
R/ Indikasi insufisiensi protein kalori yang menyebabkan malnutrisi dan menurunkan pertahanan tubuh.
2. Menentukan diet klien sesuai makanan kesukaan dan evaluasi serta catat hasil.
R/ Karena kecelakaan kurang nafsu makan, pasien dapat kehilangan intake kalori untuk energinya.
3. Beri makan sedikit-sedikit makanan tinggi kalori dan protein; akan sedikit-sedikit sangat bermanfaat.
R/ Makan sekali banyak dapat menyebabkan distensi lambung dan penekanan diafragma. Diet tinggi kalori dan protein membangun pertumbuhan jaringan dan mengganti jaringan yang rusak sehingga menambah pertahanan tubuh dan memberi energi.
4. Instruksikan klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Kelelahan dapat mengurangi semangat klien untuk makan.
5. Jelaskan bahwa asupan nutrisi yang cukup sangat penting bagi kekuatan tubuh.
R/ Pengertian yang cukup dapat memberi semangat dan menambah kemauan.

DP.7 Resiko tinggi penyebaran infeksi pada orang lain berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh orang lain yang ada di sekitar penderita.
HYD: Dapat mencegah dan menurunkan penyebaran infeksi, Klien dan keluarga melakukan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi:
1. Ajarkan pasien cara membuang sputum yang benar.
R/ Mencegah penyebaran kuman ke orang lain.
2. Dorong pemasukan nutrisi yang adekuat bagi orang yang ada di sekitar penderita.
R/ Dengan nutrisi yang adekuat membantu meningkatkan daya tahan tubuh.
3. Beri penyuluhan kepada orang-orang yang berada atau selingkungan dengan penderita untuk menjaga aktivitas serta olah raga teratur.
R/ Dengan olah raga teratur dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penularan TBC.
4. Anjurkan segera periksa ke dokter jika mengalami tanda/gejala TBC.
R/ Penemuan kasus dini dapat mencegah penularan dan komplikasi lebih lanjut.

DP.8 Manajemen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit.
HYD: 1. Pasien mengatakan pemahaman proses penyakit.
2. Melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.
3. Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi/intervensi
Intervensi:
1. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh batuk darat, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
R/ Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
2. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, alasan pengobatan yang lama.
R/ Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
3. Kaji efek samping pengobatan misalnya mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, hipertensi ortostatik.
R/ Mencegah/menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dan program pengobatan.
4. Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
R/ Memenuhi kebutuhan metabolik, membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan.
5. Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alkohol sementara minum INH.
R/ Kombinasi INH dan alkohol telah menunjukkan peningkatan insiden hepatitis.
6. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memulai dan kemudian tiap bulan selama minum ethambutol.
R/ Efek samping utama menurunkan penglihatan, tanda awal menurunnya kemampuan untuk melihat warna hijau.
7. Ajarkan bagaimana TB ditularkan (khususnya dengan inhalasi organisme udara tetapi dapat juga menyebar melalui faeces atau urin bila infeksi dan bahaya reaktivasi.
R/ Pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau reaktivasi ulang.
8. Anjurkan klien untuk tidak merokok.
R/ Merokok dapat meningkatkan disfungsi pernafasan atau bronkitis.

DP.9 Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan keletihan, perubahan status nutrisi dan demam
HYD: Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan:
- Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
- Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Intervensi:
1. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2. Kaji kemampuan klien untuk beraktivitas.
R/ Menentukan intervensi yang tepat.
3. Berikan aktivitas dan istirahat yang cukup.
R/ Mengurangi kebutuhan metabolisme.
4. Bantu pasien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai dengan tingkat keterbatasan pasien.
R/ Bantuan sangat diperlukan dalam kondisi lemah.
5. Letakkan barang-barang di tempat mudah dijangkau.
R/ Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri tanpa dibantu oleh orang lain.
6. Kaji keluhan pasien.
R/ Untuk mengidentifikasi masalah klien.

4. Perencanaan Pulang
a. Anjurkan pasien patuh terhadap regimen terapeutik.
b. Berikan penyuluhan tentang obat-obatan, jadwal dan efek samping.
c. Anjurkan untuk pola hidup sehat, tidak merokok tidak minum alkohol dan makan gizi seimbang.
d. Anjurkan menjaga kebersihan lingkungan.
e. Anjurkan klien menutup mulut bila batuk, dengan tangan atau saputangan.
f. Anjurkan follow up secara teratur sesuai jadwal.


C. Patoflo Diagram
Mikrobacterium tuberkulosis

Makanan/minuman
yang tercemar

Lambung

Tidak mati

Meradang di usus

Masuk melalui
villy


Masuk aliran
darah





Pecah

Erosi pada bronkus

Terbentuk caverne

Seluruh lobus paru

Jaringan paru rusak

Permeabilitas pembuluh
darah 

Pengeluaran cairan
dalam rongga pleura

Pleura effusion



BAB III
PENGAMATAN KASUS


Ny. L berusia 45 tahun, agama Islam, suku Jawa, sudah menikah dan mempunyai 4 orang anak. Dirawat di unit Fransiskus kamar 48 bed 1 RS Sint Carolus. Masuk RS tanggal 25 Juli 2005 dengan diagnosa medik Bronchopneumoni KP Duplex. Keluhan utama klien saat masuk adalah sesak nafas, lemas, batuk-batuk, makan dan minum terasa sulit karena sakit kerongkongannya. Saat menelan dan panas sudah 3 minggu serta nyeri punggung sudah 10 minggu sampai dengan tanggal masuk.
Pada saat pengkajian tanggal 3 Agustus 2005, diagnosa medik pasien adalah KP Duplex. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, terpasang O2 2 liter/M’, mengeluh lemas dan pusing; pandangan kabur (melihat seseorang seolah-olah 2 orang). Kadang-kadang dada terasa nyeri, batuk-batuk, banyak sekret tetapi sulit untuk dikeluarkan, merasa mual dan kurang nafsu makan, sering panas dan keringat dingin pada lam hari. Susah tidur karena batuk dan sesak serta nyeri pada punggung. Observasi didapat S: 36,8oC, N: 82 x/m, HR: 84 x/m, TD: 100/60 mmHg.
Hasil laboratorium tanggal 2 Agustus 2005: Hb turun menjadi 9,4 gr%, LED naik menjadi 75 ml/jam, Albumin 32 mg/dl, Globulin 3,7 mg/dl, Fosfatase alkali 440 md/dl, SGOT/SGPT: 37/46 mg/dl, Gama GT 85 mg/dl, Photo Thorax menunjukkan jantung agak melebar ke kiri dengan batas kanan dan kiri tegas. Kesuraman inhomogen di parakardial kanan, suspek infiltrat, pasien mengatakan sebelum masuk RS Sint Carolus, pasien berobat ke puskesmas karena batuk-batuk dan diberi obat anti TBC yaitu: Riphamficin, INHF, Pirazinamide, dan Ethambutol. Sudah satu bulan sampai dengan tanggal masuk RS pasien mengkonsumsi obat ini. selama mengkonsumsi obat-obat di atas, pasien mengatakan selalu kencing berwarna merah, pandangan mata mulai kabur, serta nyeri pada tulang dan otot. Telinga sering berdengung. Pasien juga mengatakan biasa merokok dan baru berhenti merokok 1 tahun yang lalu. Serta sering tidur larut malam. BB turun drastis dari 50 kg menjadi 45 kg, sebulan yang lalu turun lagi menjadi 35 kg. Saat pengkajian BB 35 kg.
Berdasarkan data-data yang diperoleh saat pengkajian dan pengamatan kasus, diagnosa keperawatan yang dapat diangkat adalah gangguan pertukaran gas b.d adanya eksudat dalam alveoli, dan penurunan fungsi permukaan paru; Intoleransi beraktivitas b.d kelelahan dan sesak nafas, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan nafsu makan, kelelahan dan dispnoe, ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan sputum dan penurunan usaha untuk batuk, cemas b.d proses penyakit dan penyembuhan yang lama seta ketidakefektifan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan tentang penyakit.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah memenuhi segala macam kebutuhan dasar pasien, mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien, memberi posisi yang nyaman (semi fowler) untuk pasien, menjalankan terapi obat yang ada, mengajarkan teknik batuk efektif dan menimbang BB pasien, menganjurkan banyak minum air putih dan menganjurkan pasien untuk banyak istirahat.
Pada evaluasi, masalah yang diangkat yakni gangguan pertukaran gas, intoleransi beraktivitas, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakefektifan bersihan jalan nafas masih terjadi karena masih terpasang O2 2 liter/m, klien masih lemah dan pusing, segala kebutuhan dasarnya masih dibantu, mual masih ada.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS


Dari pengamatan yang dilakukan pada pasien Ny. L, selama 1 hari di unit Fransiskus kamar 48 Bed 1, penulis dapat melihat, membandingkan serta menerapkan sebagian teori yang didapat dari perkuliahan dan literatur yang terkait dengan KP Duplex atau TBC. Selama memberikan asuhan keperawatan pada pasien tersebut, penulis menemukan perbedaan dan persamaan antara teori dan kasus di lapangan.

A. Pengkajian
Penyebab utama terjadinya TBC adalah mycobacterium tuberculosis, dengan salah satu faktor resiko yang terjadi adalah terganggunya kekebalan tubuh. Teori mengatakan bahwa ketika daya tahan tubuh seseorang menurun kuman ini akan mudah berkembang di dalam tubuh individu yang bersangkutan. Menurut penulis, menurunnya kekebalan tubuh adalah faktor utama yang menyebabkan Ny. L menderita TBC; karena Ny. L adalah seseorang perokok dan kebutuhan istirahat (waktu tidur) hanya 4-5 jam/hari. Kebiasaan inilah yang menjadi pemicu Ny. L tertular mycobacterium tuberculosis.
Hampir semua tanda dan gejala yang ada pada teori terdapat pada klien, dimana pada teori dikatakan bahwa penderita dengan TBC akan mengalami demam ringan, berkeringat waktu malam, sakit kepala, anoreksia, penurunan berat badan, malaise atau lemas, nyeri otot, keletihan, batuk produktif dalam waktu yang lama, sputum mukopurulen dan nyeri dada. Semua tanda dan gejala ini ada pada pasien, kecuali sputum bercampur darah. Hal ini terjadi mungkin karena tubercel yang ada dalam paru-paru pasien belum pecah.
Hasil tes diagnostik yang ada pada Ny. L juga sangat mendukung bahwa pasien ini menderita TBC yaitu: PPD test positif, foto thoraks menunjukan adanya kesuraman inhomogen pada parakadial kanan, suspek infiltrat, lap ini menunjukan adanya infeksi dan eksudat dalam paru-paru. Sedangkan hasil tes laboratoriumnya LED sangat tinggi yaitu 75 yang menunjukan adanya infeksi dalam tubuh.
Selain hasil laboratorium yang mendukung adanya infeksi kuman mycobacterium juga terdapat hasil lab lain yang menunjukan adanya gangguan fungsi hepar yaitu: albumin 3,2 mg/dl, globulin 3,7 mg/dl, SGOT 37 mg/dl, SGPT mg/dl, Gamma GT: 85 mg/dl. Menurut penulis salah satu kemungkinan terganggunya fungsi hepar ini disebabkan oleh efek samping obat anti TBC yang pernah dikonsumsi oleh pasien dalam waktu 1 bulan karena kontra indikasi dari obat-obat anti TBC di atas adalah pasien dengan hepatitis, sedangkan pasien ini mempunyai riwayat sakit hepatitis.
Berdasarkan klasifikasi TBC maka Ny. L termasuk dalam TBC Post Primer (pembagian secara patologis), TBC aktif (pembagian secara aktivitas radiologi), serta berdasarkan kelainan klinis, radiologis, mikrobiologis termasuk dalam Tuberkulosis paru, dan menurut klasifikasi yang diberikan oleh American Thoracic Society pada tahun 1974 maka Ny. L termasuk dalam kategori III yaitu terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
Komplikasi-komplikasi seperti yang terdapat dalam teori belum ditemukan pada pasien. Kemungkinan hal ini terjadi karena pasien segera berobat setelah mengalami gejala-gejala TBC, meskipun pasien tidak mengetahui bahwa gejala yang dialami adalah gejala-gejala TBC.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori adalah:
1. Gangguan pertukaran gas b.d adanya eksudat dalam alveoli dan penurunan fungsi permukaan paru.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan sputum dan penurunan usaha untuk batuk.
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d peradangan dan kelelahan.
4. Kurangnya volume cairan b.d panas dan kurangnya intake cairan akibat kelelahan.
5. Perubahan temperatur tubuh hipertermi b.d proses infeksi.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan, kelelahan dan dispnea.
7. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada orang lain b.d penurunan daya tahan tubuh pada orang lain.
8. Manajemen terapeutik tidak efektif b.d kurang pengetahuan tentang proses penyakit.
9. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, perubahan status nutrisi dan demam.
7 dari 9 diagnosa di atas terdapat pada pasien kecuali diagnosa ke-4 dan ke-5 namun karena keterbatasan waktu penulis hanya mengangkat 4 diagnosa prioritas di atas yang terdapat pada pasien yaitu diagnosa: 1, 2, 6, 8, dan 9 namun penulis juga menemukan satu diagnosa lain yang tidak terdapat pada teori yaitu: kecemasan berhubungan dengan penyakit yang lama, karena data-data sangat mendukung diagnosa ini meskipun diagnosa ini juga tidak diangkat oleh penulis karena keterbatasan waktu.

C. Rencana Keperawatan
Walaupun banyak rencana keperawatan yang ada pada teori dan yang menjadi permasalahan terhadap pasien tapi tidak semua rencana itu dapat dilaksanakan oleh karena itu rencana keperawatan telah disesuaikan dengan prioritas masalah dan waktu yang ada.

D. Pelaksanaan
Sehubungan dengan keterbatasan waktu maka penulis mencoba mengupayakan untuk mencoba menerapkan asuhan keperawatan langsung kepada pasien dengan melihat prioritas masalah dan tetap dimodifikasi dengan kebutuhan dan kondisi klien.

E. Evaluasi
Dari keempat diagnosa yang diangkat menjadi prioritas masalah telah diupayakan untuk dilakukan asuhan keperawatan namun keempat diagnosa ini belum teratasi hasil yang diharapkan belum tercapai. Oleh karena itu perencanaan keperawatan atas keempat diagnosa tersebut masih perlu diteruskan termasuk diagnosa-diagnosa yang lain yang ditemukan pada pasien tetapi tidak sempat diangkat sebagai diagnosa prioritas. Diagnosa-diagnosa tersebut masih perlu diteruskan dan intervensi lebih lanjut dan didelegasikan kepada perawat di ruangan.


BAB V
KESIMPULAN


Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang semua golongan usia, terutama pada seseorang yang daya tahan tubuh rendah karena malnutrisi, tinggal di lingkungan yang padat serta sirkulasi udara yang tidak baik.
Karena penyakit ini adalah penyakit menular maka peran perawat ditekankan pada pemberian penyuluhan tentang pencegahan seperti: makan bergizi, istirahat teratur, olah raga serta memperhatikan ventilasi terhadap luas bangunan, sedangkan untuk anak-anak dapat dilakukan pencegahan dengan imunisasi BCG.
Selain itu penyakit ini memerlukan waktu yang lama dalam pengobatannya. Sehingga kepatuhan dan kesabaran tinggi dari pasien untuk menjalankan terapi sampai selesai sangatlah penting. Oleh karena itu perawat harus berperan sebagai motivator bagi pasien.
Bagi pasien sendiri perlu dimotivasi untuk menjalankan terapi secara teratur dan merubah gaya hidup yang lebih sehat.


DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth. `996. Textbook of Medical Surgical Nursing. USA: Philadelphia. Alih Bahasa, Waluyo, Agung. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilynn. 2000. Nursing Care Plans Guidelines Planning and Documenting Patient Care. USA: Philadelphia. Alih Bahasa: Kariasa, Made. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Hardjasaputra, Purwanto. 2002. Data Obat Indonesia. Jakarta: Grafidian Medipress.

Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing Assessment and Management and Clinical Problem. USA, Philadelphia: Mosby.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius: FKUI.

Price, Sylvia. 1992. Pathophysiologi Clinical Concepts of Disease Processes. Mosby. Alih Bahasa: Anugerah, Peter. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Soeparman, Sarwono Waspadji. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar